Manusia berbicara setiap masa. Bicara yang baik akan membawa keselamatan dan kebaikan kepada manusia. Jika bicara tidak mengikut adabnya, manusia akan merana di dunia dan di akhirat. Di dunia akan dibenci oleh manusia lain manakala di akhirat bicara yang menyakiti hati orang lain akan menyebabkan kita terseksa kekal abadi di dalam neraka Allah s.w.t.
Bagi mereka yang beriman, lidah yang dikurniakan Allah itu tidak digunakan untuk berbicara sesuka hati dan sia-sia. Sebaliknya digunakan untuk mengeluarkan mutiara-mutiara yang berhikmah.
Oleh itu, DIAM adalah benteng bagi lidah manusia daripada mengucapkan perkataan yang sia-sia.
HIKMAH DIAM
1. Sebagai ibadah tanpa bersuah payah
2. Perhiasan tanpa berhias
3. Kehebatan tanpa kerajaan
4. Benteng tanpa pagar
5. Kekayaan tanpa meminta maaf kepada orang
6. Istirehat bagi kedua malaikat pencatat amal
7. Menutupi segala aib
Hadis-hadis Rasullullah mengenai kelebihan diam yang bermaksud:
"Barangsiapa yang banyak perkataannya, nescaya banyaklah silapnya. Barangsiapa yang banyak silapnya, nescaya banyaklah dosanya. Dan barangsiapa yang banyak dosanya, nescaya neraka lebih utama baginya" (Riwayat Abu Naim)
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam". (Riwayat Bukhari & Muslim)
"Barangsiapa diam makan ia terlepas dari bahaya". (Riwayat At-Tarmizi)
BANYAK DIAM TIDAK SEMESTINYA BODOH, BANYAK CAKAP TIDAK SEMESTINYA CERDIK, KERANA KECERDIKKAN ITU BUAH FIKIRAN, ORANG CERDIK YANG PENDIAM LEBIH BAIK DARI ORANG BODOH YANG BANYAK CAKAP.
MENASIHATI ORANG YANG BERSALAH, TIDAK SALAH. YANG SALAH MEMIKIRKAN KESALAHAN ORANG LAIN.
KALAU ORANG MENGHINA KITA, BUKAN KITA TERHINA, YANG SEBENARNYA ORANG ITU MENGHINA DIRINYA SENDIRI.
Manusia tidak akan dapat mengalahkan syaitan kecuali dengan diam. Jalan yang terbaik ialah diama kalau kita tidak dapat bercakap kearah perkara-perkara yang baik. Bicara yang baik adalah lambang hati yang baik dan bersih yang bergantung
kepada kekuatan iman pada diri manusia.
Dari Abdullah bin 'Amr R. A, Rasullullah s.a.w. bersabda:
"Sampaikan pesanku biarpun satu ayat..."
Diam bukan bermakna sombong!! Jadi kita dinasihatkan hendaknya kita banyak berdiam (berzikir di dalam hati) dan Senyum selalu :-) ...kerna senyum itu adalah satu sedekah ..Insya'Allah
---------------------------------
7 Kali Mengerjakan Haji Tapi Tidak Berpeluang melihat Kaabah
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan nama
sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Sarah
(juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang dengan ajakan anaknya
itu.
Sebagai muslim yang mampu secara materi, mereka memang berkewajiban
menunaikan ibadah Haji. Segala perlengkapan sudah disiapkan. Singkatnya ibu
anak-anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sehat wal
afiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan
hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam. "Labaik
allahuma labaik, aku datang memenuhi seruanMu ya Allah".
Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, "Ummi undzur ila Ka'bah
(Bu, lihatlah Ka'bah)." Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi
berwarna hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi, ia
terdiam. Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh
anaknya. Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut
wajah ibunya. Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak
mengerti mengapa ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan. beberapakali
ia mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampak hanyalah kegelapan.
Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya. Beberapa minit yang lalu
ia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki Masjidil
Haram segalanya menjadi gelap gulita. Tujuh kali Haji Anak yang sholeh itu
bersimpuh di hadapan Allah. Ia shalat memohon ampunan-Nya. Hati Hasan begitu
sedih. Siapapun yang datang ke Begitulah, mengharap rahmatNYA. Terasa hampa
menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan
kuasa-Nya dan juga rahmat-Nya.
Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang
sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugrah-Nya, dengan menatap
Ka'bah, kelak. Anak yang saleh itu berniat akan kmebali membawa ibunya
berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya. Tahun
berikutnya kejadian serupa terulang lagi. Ibunya kembali dibutakan di dekat
Ka'bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan symbol
persatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak bisa melihat Ka'bah. Hasan tidak
patah arang. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun berikutnya.
Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka'bah. Setiap berada di
Masjidil Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan gelap.
Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu
berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.
Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi
buta di depan Ka'bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka'bah,
penglihatannya selalu normal. Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya
kesalahan sehingga mendapat azab dari Allah SWT ?. Apa yang telah diperbuat
ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk
dalam dirinya.
Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu
permasalahannya. Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang
terkenal karena kesholehannya dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat).
Tanpa kesulitan berarti, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud. Ia
pun mengutarakan masalah kepada ulama yang saleh ini. Ulama itu mendengarkan
dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu dari hasan mau menelponnya. anak
yang berbakti ini pun pulang. Setibanya di tanah kelahirannya, ia meminta
ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut. Beruntung, sang Ibu
mau memenuhi permintaan anaknya. Ia pun mau menelpon ulama itu, dan
menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di tanah suci.
Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada
perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya di masa lalu, sehingga ia
tidak mendapat rahmat Allah. Sarah diminta untuk bersikap terbuka,
mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya.
"Anda harus berterus terang kepada saya, karena masalah Anda bukan masalah
sepele," kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian ia
meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu
tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan
pertama mereka, akhirnya Sarah menelpon.
"Ustad, waktu masih muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,"
cerita Sarah akhirnya. "Oh, bagus..... Pekerjaan perawat adalah pekerjaan
mulia," potong ulama itu. "Tapi saya mencari wang sebanyak-banyaknya dengan
berbagai cara, tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau haram,"
ungkapnya terus terang.
Ulama itu terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian.
"Disana...." sambung Sarah, "Saya sering kali menukar bayi, karena tidak
semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang
menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan,
dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan
mereka."
Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah.
"Astagfirullah......" betapa tega wanita itu menyakiti hati para ibu yang
diberi amanah Allah untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga
yang telah dirusaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah Sarah tidak
tahu, bahwa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting.
Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal,
nasab ini sangat menentukan dalam perkawinan, terutama dalam masalah mahram
atau muhrim, yaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi. "Cuma itu yang
saya lakukan," ucap Sarah.
"Cuma itu ?" tanya ulama terperangah. "Tahukah anda bahwa perbuatan Anda itu
dosa yang luar biasa, betapa banyak keluarga yang sudah Anda hancurkan !".
ucap ulama dengan nada tinggi.
"Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?" tanya ulama itu lagi sedikit kesal. "Di
rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati." "Oh bagus,
itu juga pekerjaan mulia," kata ulama "Ya, tapi saya memandikan orang mati
karena ada kerja sama dengan tukang sihir." "Maksudnya ?". tanya ulama tidak
mengerti. "Setiap saya bermaksud menyengsarakan orang, baik membuatnya mati
atau sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus
dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya di dalam tanah,
melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati ."
"Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa, saya
memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan lain-lain
ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti terpental, tidak
mau masuk, walaupun saya sudah menekannya dalam-dalam. Benda-benda itu
selalu kembali keluar. Saya coba lagi begitu seterusnya berulang-ulang.
Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu dan saya jahit
mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan."
Mendengar penuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu
berteriak marah. "Cuma itu yang kamu lakukan ?". "Masya Allah....!!! Saya
tidak bisa bantu anda. Saya angkat tangan". Ulama itu amat sangat
terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah. Tidak pernah terbayang dalam
hidupnya ada seorang manusia, apalagi ia adalah wanita, yang memiliki nurani
begitu tega, begitu keji. Tidak pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita
yang melakukan perbuatan sekeji itu. Akhirnya ulama itu berkata, "Anda harus
memohon ampun kepada Allah, karena hanya Dialah yang bisa mengampuni dosa
Anda." Bumi menolaknya Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian
ulama tidak mendengar kabar selanjutnya dari Sarah. Akhirnya ia mencari tahu
dengan menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah telah bertobat atas
segala yang telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni dosa
Sarah, sehingga Rahmat Allah datang kepadanya. Karena tak juga memperoleh
kabar, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di mesir. Kebetulan yang
menerima telepon adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan kabar Sarah,
ternyata kabar duka yang diterima ulama itu.
"Ummi sudah meninggal dua hari setelah menelepon ustaz," ujar Hasan Ulama
itu terkejut mendengar kabar tersebut. "Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?".
tanya ulama itu. Hasanpun akhirnya bercerita : Setelah menelpon sang ulama,
dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan
adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian
dimasukkan jenazah atas izin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan
mengeras. Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu
terulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup
rapat. Peristiwa itu berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun
pengantar jenazah yang menyadari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa
itu terjadi berulang-ulang.
Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan
sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah
berkaitan dengan perbuatan si mayat. Waktu terus berlalu, para penggali
kubur putus asa dan kecapaian karena pekerjaan mereka tak juga selesai.
Siangpun berlalu, petang menjelang, bahkan sampai hampir maghrib, tidak ada
satupun lubang yang berhasil digali. Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak
pulang. Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak di hamparan tanah kering
kerontang. Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan
tidak mahu meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur.
Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin. Hasan termenung di tanah
perkuburan seorang diri. Dengan izin Allah, tiba-tiba berdiri seorang
laki-laki yang berpakaian hitam panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir.
Lelaki itu tidak tampak wajahnya, karena terhalang tutup kepalanya yang
menyorok ke depan. Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya,"
Biar aku tangani jenazah ibumu, pulanglah !". kata orang itu.
Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu akan
menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur mau menggali lubang untuk kemudian
mengebumikan ibunya. "Aku minta supaya kau jangan menengok ke belakang,
sampai tiba di rumahmu, "pesan lelaki itu. Hasan mengangguk, kemudian ia
meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi pemakaman, terbersit
keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan ke jenazah ibunya.
Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan, melihat
jenazah ibunya sudah dijilat api, kemudian api itu menyelimuti seluruh tubuh
ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari arah yang
berlawanan, api menerpa ke wajah Hasan. Hasan ketakutan. Dengan langkah
seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu.
Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku, bahwa
separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman karena
terbakar. Ulama itu mendengarkan dengan seksama semua cerita yang
diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan
khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang pernah
dilakukan oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada
Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu.
Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon ampun
dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan izin Allah akan
hilang.
Benar saja, tak berapa lama kemudian Hasan kembali mengabari ulama itu,
bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari
bekas kehitaman hilang. Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama
hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia berharap, apapun perbuatan dosa yang
telah dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allh SWT.
Semoga kisah nyata dari Mesir ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Amin